Kamis, 07 Juni 2012

Cara Membedakan Roti Berpengawet Dengan yang Tidak

Share Berbagilah kebaikan dengan mensharing artikel ini melalui FB anda.








Penggunaan bahan pengawet dalam makanan kini semakin marak saja. Padahal, penggunaan bahan pengawet dalam jangka panjang bisa menimbulkan kanker.

Beberapa hari belakangan ini banyak beredar info tentang bahaya roti bakery karena mengandung banyak pengawet. Jangan panik dulu! Tidak semua roti berbahaya. Karena itu ketahui tips membedakan roti yang mengandung banyak bahan pengawet?

Hampir semua produk industri masa kini tidak ada yang bebas dari zat aditif (tambahan) dan zat pengawet. Keduanya telah digunakan dalam industri makanan, obat dan kosmetik selama ratusan tahun.

Zat pengawet adalah salah satu zat aditif yang tentu saja dipakai untuk membuat suatu produk tidak cepat rusak karena gangguan jamur, bakteri atau mikroba lainnya.

Ir Chandra Irawan, MSi, pakar kimia pangan dan gizi dari Akademi Kimia Analis Bogor menuturkan, sebagian produsen 'nakal' memang suka memasukkan zat pengawet seperti Calcium Propianate dan Potassium Bromate secara berlebihan ke dalam adonan roti. Pengawet ini biasanya ditambahkan agar roti lebih tahan lama dan tampilan selalu menarik.

Potassium Bromate (KBrO3) merupakan bread improver yang biasanya ditambahkan pada roti dan tepung, yang berfungsi sebagai pengembang adonan roti, membuat roti lebih kuat dan lebih elastis.

Tapi Potassium Bromate dianggap karsinogen (pemicu kanker) oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (Agency for Research on Cancer atau IARC) yang bisa berbahaya bila dikonsumsi, seperti diberitakan nowpublic, Rabu (2/3/2011).

Sebuah penelitian yang dilakukan Y Kurokawa, A Maekawa, M Takahashi dan Y Hayashi dari Division of Toxicology, National Institute of Hygienic Sciences, Tokyo, juga telah menemukan bahwa KBrO3 dapat menginduksi tumor sel ginjal, mesotelioma dari peritoneum, dan sel tumor follicular tiroid, seperti diberitakan ncbi.nlm.nih.gov.

Secara teori, substansi pengawet ini seharusnya keluar dari adonan roti selama dipanggang, tetapi jika terlalu banyak ditambahkan atau jika roti tidak dimasak cukup lama atau tidak pada suhu cukup tinggi, maka pengawet tersebut akan tetap bersisa pada roti.

"Pengawet itu kan fungsinya untuk membunuh mikroorganisme. Tapi kalau pengawetnya dimasukkan secara berlebihan, maka akan susah disintesis atau degradasi oleh tubuh, akhirnya terendapkan. Nah, lama-lama ini bisa memicu kanker karena kan sifatnya karsinogen," jelas Ir Chandra.

Sedangkan Calcium Propianate digunakan sebagai pengawet dalam roti dan makanan yang dipanggang lainnya. Pengawet ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri. Tapi produsen seringkali menambahkan pengawet ini secara berlebihan dalam adonan roti.

"Ya tapi tidak semua produsen seperti itu, jadi harus pintar-pintar memilih," jelas Ir Chandra.

Berikut beberapa cara yang diberikan Ir Chandra untuk membedakan roti yang menggunakan pengawet secara berlebihan, yaitu:


Masa kadaluarsa roti menjadi sangat lama dari biasanya
Tampilan roti sangat putih
Teksturnya tidak lembut dan kenyal, tetapi menjadi agak keras sehingga bisa tahan lama.

Penggunaan zat pengawet yang berbahaya dalam makanan bukanlah isu baru di dunia kesehatan. Namun, persoalan tersebut hingga kini tak kunjung mencapai penyelesaian. Hingga kini berbagai jenis makanan berbahan pengawet masih banyak dijumpai. Ironisnya, tak sedikit dari makanan tersebut biasa dikonsumsi anak-anak.

“Pada makanan untuk anak-anak banyak dijumpai penggunaan pewarna, pemanis, pengawet, kandungan mikroba, dan adanya logam berat Cu dan Pb,” ujar Ahli Gizi Ida Ruslita Amir SKM MKes saat dijumpai pada acara jumpa media bertema “Kota Besar Minim Tempat Bermain Umum yang Layak bagi Anak”.

Banyak dalih yang digunakan sebagai alasan penggunaan bahan pengawet. Salah satunya untuk membuat makanan lebih awet dan tahan lama. Tak ayal, bahan pengawet pun ditambahkan pada makanan yang cepat busuk, seperti daging, telur, susu termasuk sayur-sayuran,dan buah-buahan.

Ahli gizi yang juga anggota DPP Persatuan Gizi Indonesia (Persagi) mengatakan bahwa jenis bahan pengawet yang digunakan dalam setiap makanan itu berbeda-beda, bergantung pada tujuan si pembuat makanannya saja.

Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan masyarakat misalnya saja boraks, yaitu bahan pengempal yang mengandung bahan logam berat boron, atau formalin yang kerap digunakan seperti pada mi, bakso, pempek, yang ternyata merupakan pengawet yang banyak digunakan untuk mayat.

Bahan pengawet lain yang juga sering digunakan antara lain sulfite. Semacam bahan pengawet yang biasa digunakan untuk potongan kentang goreng atau udang beku. Sedangkan nitrit, umumnya banyak digunakan untuk mengawetkan daging olahan seperti sosis dan kornet dalam kaleng serta untuk mengawetkan keju.

Selain itu, ada pula benzoat yang banyak digunakan untuk memberikan rasa awet pada minuman ringan, saus, kecap, sari buah, dan makanan lainnya. Ada pula propionat yang banyak digunakan sebagai pengawet untuk roti dan keju olahan.

Umumnya, bahan pengawet yang terkandung di dalam makanan ini akan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba spesifik dan bisa menghambat germinasi spora mikroba, yang mengakibatkan terhambatnya transportasi zat gizi untuk kehidupan sel mikroba serta menghambat kerja enzim di dalam sel.

“Bahan pengawet tersebut dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik, yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia,” ungkapnya.

Hal senada juga dikatakan pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor Ir Eddy Setyo Mudjajanto. Dia mengatakan bahwa apabila seseorang sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, secara jangka panjang bisa menyebabkan kanker.

“Kanker yang diderita pun berbeda-beda, bergantung pada jenis bahan pengawet dan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Kanker yang bisa diderita seperti kanker kulit, kanker payudara, dan lainnya,” tutur dosen jurusan gizi masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB ini. Sementara jangka pendek yang dialami apabila seseorang mengonsumsi makanan yang terpapar bahan pengawet, adalah bisa menimbulkan infeksi atau keracunan yang bisa menyebabkan iritasi kulit, sakit tenggorokan, diare, pernapasan terganggu, sakit kepala atau pusing.

“Oleh karena itu, ada baiknya untuk mengenali makanan-makanan yang mengandung bahan pengawet agar kita lebih waspada terhadap makanan yang dikonsumsi,” pesan dosen yang juga mengajar Program Keahlian Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi.

Eddy mengatakan, untuk mengenali makanan yang mengandung bahan pengawet, untuk bahan pengawet jenis formalin dan boraks bisa dilakukan dengan cara melihat tekstur dari makanan yang sudah tercampur bahan pengawet tersebut, misalnya pada pempek atau bakso, di mana tekstur dari makanan tersebut sangat kenyal.

Mengenali makanan yang sudah tercampur bahan pengawet juga bisa dikenali dari rasa, di mana rasa akhir dari suatu makanan dikatakan Eddy terdapat rasa pahit. Selain itu, makanan yang sudah tercemar akan memiliki tingkat keawetan lebih dari normal, misal pada pempek yang umumnya tahan satu hari, sedangkan pada pempek yang sudah tercampur bahan pengawet, akan lebih lama awetnya, yaitu bisa sampai lima hari.

Makanan yang sudah tercampur bahan pengawet ini dikatakan Eddy bisa dites juga dengan cara diberi kepada binatang. Sebelum binatang menyantap makanan, biasanya binatang mengendusnya terlebih dahulu. Jika makanan yang dicurigai terpapar bahan pengawet, biasanya binatang tersebut tidak mau memakannya, karena binatang sudah tahu bahwa makanan tersebut tercampur sesuatu yang berbahaya.

“Tidak ada kandungan yang bisa menghindari dampak dari bahan pengawet terhadap kesehatan, namun untuk mengurangi dampaknya bisa dengan mengonsumsi antioksidan seperti buah dan sayuran,” pesan Direktur Diploma IPB ini. (fn/dt/ok) www.suaramedia.com

sumber:www.suaramedia.com

.::Artikel Menarik Lainnya::.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar